Sabtu, 22 September 2012 , 14:41:00 Tempat Menanak Nasi Jadi Piring Makan Melihat Potret Kemiskinan di Kabupaten Sambas
SENDIRI: Bung Jin Fa saat disambangi di kediamannya di Dusun Sunsung
kecamatan Sambas. Saat renta, anak-anak pun meninggalkannya.
Satu lagi potret kemiskinan di Kota Sambas. Di usia senjanya Bung Jin Fa
warga di Gang Harapan Dusun Sunsung Desa Saing Rambi Kecamatan Sambas
hidup sendiri. Anaknya meninggalkannya. Sudah 40 tahun hidup di rumah
berukuran 3X3 meter. Hari Kurniathama, Sambas
SENDIRI di saat renta. Di rumah ukuran 3X3 meter berdinding papan
berlantaikan tanah itulah, Bung Jin Fa, pria berusia 67 tahun
menghabiskan hidupnya. Tak ada teman apalagi sanak keluarga menemaninya.
Mirisnya lagi, dimalam hari ia harus hidup gelap gulita tanpa listrik.
Menurut salah satu tetangganya Ahon, Pak Bung sebenarnya punya anak.
Namun setelah anaknya berumah tangga, keduanya pun bertempat tinggal di
luar Sambas bahkan ada yang di luar negeri.
Saat koran ini menyambangi rumah tersebut. Rasa iba terasa, dari luar
saja bangunan rumahnya nyaris sama dengan kandang hewan, tepat dibalik
pintu depan berlantaikan tanah sekaligus dapur. Disinilah ia memasak,
menggunakan penanak nasi aluminium yang sekaligus jadi piring untuk
makan. Tak ada dapur apalagi kompor. Pak Bung menggunakan tungku kayu
seadanya.
Untungnya ada pengusaha toko di pasar sambas yang memberikan 10 Kg beras
per bulannya untuk Pak Bung menyambung hidup. Itu urusan makan, soal
mandi, air parit yang tak jauh dari rumahnya menjadi teman mandi
sehari-hari. Kondisi Pak Bung ini mengingatkan sebuah curahan hati orang
tua yang ditinggal anaknya dalam kesendirian pada selebaran yang
tetempel di vihara bumi raya Pemangkat.
Poster yang menyayat hati berisikan keluhan mereka yang jauh dari kasih
sayang anaknya, seperti yang dicetak oleh Alfaprima. Seperti apa
curahan hati mereka dapat direnungkan melalui kata-kata mandarin yang
telah diterjemahkan. Salah satunya;Disaat daku tua, bukan diriku yang
dulu. Maklumilah diriku, bersabarlah dalam menghadapiku. Disaat daku
menumpahkan kuah sayuran dibajuku, disaat daku tidak lagi mengingat cara
mengikat tali sepatu. Ingatlah saat saat bagaimana daku mengajarimu,
membimbingmu untuk melakukannya.
Disaat daku dengan pikunnya mengulang terus-menerus ucapan yang
membosankanmu, bersabarlah mendengarkanku, jangan memotong ucapanku,
dimasa kecilmu, daku harus mengulang dan mengulang terus sebuah cerita
yang telah daku ceritakan ribuan kali hingga dirimu terbuai dalam mimpi.
Disaat daku membutuhkan untuk memandikanku, jangan menyalahkannku.
Ingat dimasa kecilmu, bagaimana daku dengan berbagaicara membujukmu
untuk mandi? Disaat engkau melihat diriku menua, janganlah bersedih.
Maklumilah diriku, dukunglah daku, bagaikan daku terhadapmu disaat
engkau mulai belajar tentang kehidupan. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar